Dari Balik Jendela Surga
Oleh eko sam
Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu.
QS. Asy-Syura: 45
BECIK.ID—SI Polan membayangkan dirinya ada di neraka; suasana gulita, pijakan menyengat dan melepuh legam, hawa dingin menyusup hingga sendi bagai berjuta tusukan jarum. Wajahnya kelam. Sorot matanya sayu, padam dan putus asa.
Dalam batok kepalanya yang mulai mendidih dan menyala merah saga, berkumpar-kumpar asa jerit tangis penyesalan andai saja dulu (saat di dunia) tidak leha-leha. Mulutnya membara tak bisa bersuara. Telinganya tuli, dampak lengkingan siksa para sejawat sepertinya yang nelangsa di sekitarnya.
Ia berdiri begitu lunglai, payah dan miris. Ia pasrah dengan runcingnya sengatan racun kalajengking raksasa penuh nafsu dan mengendus kepalanya yang mulai melepuh. Gerahamnya rompal menahan bengisnya derita. Kedua jari tangannya gemetar dan kejang-kejang. Perutnya menggelambir dan ususnya terburai dikoyak ribuan gunting lancip yang membara.
Kemaluannya rontok disambar cobra berlidah api. Sepasang kakinya lama-lama lumer bagai busa kena panas. Di lehernya melilit rantai besar yang memiliki sisi tajam serupa silet dan sigap memenggalnya menjadi dua.
Saat seperti itu, seketika gada sebesar gunung menghantamnya dari belakang hingga ia melenting sejauh timur ke barat. Belum sampai di dasar, gada yang lain sigap menyambar pula dari barat ke timur. Begitu seterusnya…
Ia melayang, pontang-panting dengan kondisi yang digambarkan seperti di atas dan abadi.
Aku—si Polan lain—yang menjulurkan leher dari bilik jendela kamar surga kasihan melihatnya. Tapi tiba-tiba, aku dijawil bidadari manis dan lantas buru-buru menutup jendela seraya menyiratkan kemanjaan luar biasa yang tidak bisa aku gambarkan dengan saksama. (*)