Jadilah Seperti Ikan di Laut
Oleh Eko Sam
Pramoedya Ananta Toer pernah berucap bahwa orang bisa menjadi kuat karena pengalamannya. Dan juga, telah sering kita dengar jika pengalaman adalah guru yang terbaik. Lantas, apa kaitannya kedua petuah mulia tersebut bagi perkembangan para remaja yang tengah musykil mencari jati dirinya?
Masa remaja adalah masa yang asyik dan menyenangkan untuk mencoba lembaran kisah dan babak baru. Baik kisah yang bertaut tentang sosial, politik dan agama. Namun, jika ke semua kisah-babak baru tersebut tidak dibarengi dengan kristalisasi moralitas diri yang membumi dan salah langkah, niscaya masa remaja yang digadang-gadang bak gemerlap permata, lambat laun rona kilaunya akan lenyap seketika laksana badai corona yang saat ini mencemaskan warga Indonesia.
Agar masa remaja bisa dilewati tanpa rasa penyesalan di kemudian hari, seyogianya para remaja mengisi dan menyibukkan diri pada masa tersebut dengan memperbanyak kegiatan-kegiatan yang positif—di lingkungan sekolah maupun di rumah. Misalkan, remaja yang hobi olahraga selayaknya mau menekuni bidang olahraga yang diminati, yang hobi membaca mau meluangkan waktu untuk menulis selarik dua larik puisi, cerpen, resensi, atau opini, yang hobi otomotif bisa bakda sekolah magang di sebuah bengkel untuk menambah pengalaman, yang hobi qasidah/nyanyi bisa membantu menyemarakkan barzanji malam Jum’at, begitu seterusnya.
Intinya, apa yang remaja minati, segeralah carikan wahana untuk berekspesi. Berkat ketelatenan yang telah dibina sejak dini sesuai bakat dan minat remaja, siapa tahu, kelak bermanfaat bagi bekal kehidupan ke depannya. Jika di usia remaja belum ditemukan impian dan cita-cita hidupnya, eloknya sesegera mungkin remaja tersebut merenung sejenak dan memikirkan apa maksud dari tujuan hidupnya.
Mengenai pencarian jati diri bagi seorang remaja sebenarnya memiliki metode yang begitu mudah. Ambil contoh si Abdi, seorang ketua OSIS. Ia adalah anak pertama dari lima bersaudara yang dilahirkan oleh seorang Bapak buruh tani dan seorang Ibu guru ngaji alif-ba-ta di musala setiap jamaah Magrib. Kedua orang tua Abdi orang desa dan tidak memiliki trah ningrat atau pun darah biru. Pantaskah si Abdi perlente? Pantaskah si Abdi menuntut orang tuanya untuk membelikan ini dan itu yang serbaglamour? Tentu tidak. Maka, jati diri dhohir Abdi adalah seorang remaja yang dalam status sosialnya merupakan seorang remaja yang lahir dari keluarga kurang mampu dan tidak pantas besar kepala. Dan sudah seharusnya jika si Abdi mau bersungguh-sungguh untuk berjuang mengubah taraf hidup keluarganya agar kelak lebih mapan, salah satunya dengan belajar organisasi.
Agar masa remaja berjalan maju secara laras, seharusnya seorang remaja mau bekerja keras. Bukan malah hanya leha-leha sembari menunggu datangnya mukjizat atau fasilitas dari atas.
Becik.id
Contoh kedua adalah si Bagas. Ia putra tunggal dari seorang pengusaha kaya raya di daerahnya. Ketika berangkat sekolah ia menggunakan mobil yang begitu kinclong dan licin. Tampang rupawan. Seorang ‘bos kecil’ bagi para remaja di sekolahnya yang terkenal urakan. Setiap akhir pekan, Bagas kadang-kadang hobi balap motor liar, minum-minuman keras, dan clubbing. Meski demikian, banyak anak wanita yang mengidolakannya. Namun anehnya, si Bagas adalah teman akrab si Abdi.
Jika mau beranda-andai, pertemanan kedua remaja tersebut akankah memiliki ending seperti sinetron? Apakah si Abdi ngotot memaksa kemampuan orang tuanya agar mampu mengikuti gaya pergaulan hedonis dengan si Bagas dan gerombolannya yang urakan? Ataukah Abdi kemudian menjauh bersosialisasi dengan remaja macam tersebut? Entahlah.
Andaikata si Abdi adalah seorang remaja yang kuat, tentu ia tidak akan mengeluh atau meratapi dengan nasib hidup yang menimpanya saat ini. Dan juga, ia tentu tidak akan pilih-pilih seseorang dalam berkawan dan berbaur. Dan ia harusnya mampu memosisikan diri sebagai remaja yang memiliki kehidupan serupa ikan di laut. Meski air laut asin, ikannya tetap tawar. Meski teman-teman si Abdi urakan, ia tidak ikut-ikutan. Bahkan, kalau situasi memungkinkan, si Abdi mampu mengajak dan memengaruhi teman sepergaulannya pada kebaikan.
Jika saja di Indonesia ada banyak perumpamaan remaja seperti si Abdi dewasa ini, tentu puluhan kasus klitih yang marak di sepanjang tahun 2019-2020 di Yogya tidak akan pernah muncul ke permukaan. Meski sebenarnya perkumpulan klitih itu positif, yakni mengisi waktu luang remaja untuk berkumpul dan bersosialisasi, dampaknya akan berubah menjadi buruk ketika dalam perkumpulan dan sosialisasi tersebut digunakan untuk menenggak miras, menyerang atau iseng melukai pihak lain. Dan mirisnya, ada sebagian pelajar remaja dari madrasah yang menjadi pelaku jajaran klitih tersebut.
Dari perumpamaan tokoh dan contoh kasus di atas dapat ditarik sebuah natijah bahwa seorang remaja yang baik adalah mereka yang mampu beretika dan bertindak-tanduk sesuai tata aturan yang berlaku, baik bersifat dogma agama maupun negara. Jika seorang remaja dalam bertindak gemar menjadi biang keladi kerusuhan dan suka bikin onar, kisi-kisi menjadi manusia sampah masyarakat di kemudian hari ketika dewasa tentu mudah melekat di pundaknya. Dan juga, menjadi remaja yang baik adalah mereka yang percaya dengan sekuat tenaga pada kemampuannya mewujudkan cita-cita dan impiannya. Jika jatuh dan gagal, segera bangkit. Jika masih gagal, segera putar otak untuk menemukan ide bernas yang solutif.
Sebagai seorang yang pernah remaja, penulis selalu yakin bahwa menjadi remaja yang kuat adalah mereka yang pantang menyerah mewujudkan mimpi-mimpinya. If you think you can, you can! Dan jangan sampai menjadi remaja bahan olok-olok pihak lain karena selalu sembunyi di belakang ketiak kedigdayaan orang tua. Masa depan remaja menjadi suram atau pun cerah semuanya itu terletak pada pikiran dan tekad masing-masing. Bukan bergantung pada banyaknya warisan turunan yang tak habis-habis. Remaja yang cerdas senantiasa menganggap fasilitas pemberian orang tua adalah bonus. Sedangkan remaja yang bebal selalu merasa fasilitas orang tua adalah puncak kebahagiaan segalanya. Maka dari itu, perlu ditancapkan dalam sanubari petuah berikut ini….
Agar masa remaja berjalan maju secara laras, seharusnya seorang remaja mau bekerja keras. Bukan malah hanya leha-leha sembari menunggu datangnya mukjizat atau fasilitas dari atas. (*)