Keteguhan Janji Abdul Muthalib Mengurbankan Abdullah di Depan Ka’bah
BECIK.ID—Karena tidak mempunyai banyak anak laki Abdul Muthalib merasa kedudukannya agak lemah di kalangan Quraisy. Oleh karena itu ia bertekad dan bersumpah bahwa bilamana kelak jumlah anak lakinya mencapai sepuluh orang, ia akan mengurbankan salah satunya di depan Ka’bah.
Tidak diceritakannya kepada siapa pun kaulnya itu. Di kemudian hari jumlah anak lakinya mencapai sepuluh orang, dan tibalah saatnya untuk memenuhi kaul. Memikirkan hal itu saja sudah merupakan ujian berat baginya. Namun, ia takut mengabaikan kewajibannya memenuhi janji. Maka dari itu, ia kemudian menceritakan pada putra-putranya. Setelah mendapat persetujuan, ia memilih salah satu di antara mereka dengan menarik undian.
Upacara penarikan undian pun dilakukan dan korban jatuh pada Abdullah—bakal ayah Nabi Muhammad Saw. Abdul Muthalib segera memegang tangan Abdullah dan mengantarkannya ke tempat pengurbanan. Orang Quraisy akhirnya mengetahui tentang kaul serta penarikan undian itu. Mereka pun menjadi sangat sedih, sebagian malah menangis. Salah seorang di antaranya berkata, “Alangkah baiknya kalau saya yang dibunuh sebagai ganti anak muda itu.”
Para pemuka suku lain berkata, “Apabila nyawanya dapat ditebus dengan harta, kami bersedia menggantinya dengan seluruh harta kami.”
Salah seorang dari mereka berkata, “Adukan masalah ini kepada seorang bijaksana (ahli nujum) Arab. Mungkin ia dapat menyarankan suatu penyelesaian.”
Abdul Muthalib dan para kepala suku yang lain menerima saran itu. Mereka lalu pergi ke Yatsrib, tempat seorang bijaksana itu tinggal.
Ahli nujum itu meminta waktu sehari untuk memberikan jawaban. Keesokan harinya mereka semua menghadap lagi kepadanya.
Ahli nujum bertanya, “Berapa besar jumlah uang tebusan yang ditentukan untuk nyawa seorang manusia yang terbunuh?”
Mereka menjawab, “Sepuluh ekor unta.”
Setelah mendengar mereka, ahli nujum berkata, “Kamu harus menarik undian antara sepuluh ekor unta dan orang yang telah kamu pilih untuk dikurbankan itu. Apabila undian jatuh pada orang itu maka naikkanlah jumlah unta menjadi dua kali lipat—20 ekor. Apabila undian tetap jatuh pada orang itu maka naikkan jumlah unta menjadi tiga kali lipat—30 ekor. Demikian seterusnya hingga undian jatuh pada unta.”
Saran tersebut sangat menyejukkan perasaan mereka, karena lebih mudah bagi mereka mengurbankan ratusan unta ketimbang melihat seorang pemuda seperti Abdullah mati bersimbah darah.
Akhirnya di suatu pagi, setelah mereka kembali ke Makkah, upacara penarikan undian dilakukan.
Pada undian kesepuluh, ketika jumlah unta telah menjadi seratus ekor, undian jatuh pada unta. Namun Abdul Muthalib berkata, “Lebih tepat bila saya menarik undian lagi supaya dapat saya ketahui dengan pasti bahwa Yang Maha Kuasa rela akan perbuatan saya.”
Ia kemudian menarik undian tiga kali dan selalu undiannya jatuh pada seratus ekor unta. Ia pun yakin kerelaan Ilahi dan segera memerintahkan agar seratus ekor unta miliknya disembelih pada hari itu juga di hadapan Ka’bah; dan tak ada manusia atau pun hewan yang tak boleh memakan dagingnya. (Sirah Ibn Hisyam, I, h. 153. Bihar al-Anwar, XVI, h, 74-79).
Dikutip dari Ar-Risalah, Sejarah kehidupan Rasulullah Saw. — Ja’far Subhani.