Pengeras Suara
Oleh Niam At Majha
BECIK.ID—Ia termenung sendiri di warung kopi. Wajahnya lesu, pucat pasi, gairah kehidupannya tampak sayu. Ada peristiwa apa yang menimpa teman saya itu? Dan kejadian tersebut bukan hal pertama kalinya, sudah berkali-kali. Jika dihitung, sebulan hampir lima kali. Ia terus termenung, dengan tatapan kosong, seperti pupus harapan.
Ternyata ceritanya begini …
Kekasihnya setiap akhir pekan selalu minta dibelikan kado dan kadonya selalu minta yang tak biasa, aneh-aneh. Bahkan, pekan ini kekasihnya minta dibelikan pengeras suara.
Kekasihnya meminta pengeras suara yang berbeda dengan kebanyakan. Kekasihnya meminta yang unik dan menarik.
Setelah berdiam diri di warung kopi berjam-jam, akhirnya ia mendapatkan ide untuk membelikan pengeras suara beserta rekaman isinya. Ia medapatkan pengeras suara tersebut dari penjual rongsokan di pasar loak dekat Tugu Muda di Alun-Alun. Ia bahagia sekali karena kadonya sesuai dengan permintaan kekasihnya tersebut.
Saya ikut bahagia dengan keberhasilan teman saya tersebut. Dan saya memberikan sedikit usul pada teman saya itu, nanti ketika memberikan kado harus ada pesta meskipun sedikit. Dengan tujuan ngasihnya tak sekadar memberikan semata, melainkan ada penyambutan, prosedural, seremonial dan seterusnya.
Kabar Berita
Saya tak terlalu peduli dengan drama cinta teman saya itu. Bahkan ide-ide perihal perayaan hanya lewat sepintas lalu dalam pikiran saya. Buat saya kisah mereka terlalu didramatisasi, minta perhatian sampai sebegitunya. Bagaimana lagi namanya juga cinta, bagaimana pun deritanya tetap akan ditempuh untuk membahagiakan.
Setiap kali teman saya akan memberikan kado terhadap kakasihnya saya selalu di ajak pertimbangan bahkan seringkali menentukan. Kado ini laik tak, unik tak, sudah ada yang melakukan hal yang sama atau belum? Apabila sudah begitu saya harus sedikit memprovokasi atau memberi argumen-argumen yang seringkali tak masuk akal. Sedangkan teman saya tersebut hanya manggut-manggut antara paham dan tak mengerti.
Selanjutnya untuk kado pengeras suara ini, ada yang tak biasa. Setiap kali saya dengarkan, saya putar dari depan ke belakang dan sebaliknya isinya kabar berita duka.
Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. BERITA DUKA: telah meninggal dunia Bapak Kasiru bin Jasmo desa Sambiroto Tengah. Pemakaman sekira pukul 09.00 WIB. Bapak Ibu Saudara yang mengikuti penghormatan terakhir bisa datang di rumahnya Bapak Berit RW 06 RW 09, desa Sambiroto. Pengirim berita; Jasmani-Anak, Jaswadi-Kakak. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya kaget ketika mendengar isi pengeras suara tersebut. Isinya kok berita duka semua. Padahal teman saya belinya tidak satu, melainkan lima. Teman saya bilang agar kekasihnya tak bosan mendengarkan, jadi ia sekalian memberikan lima buah pengeras suara beserta isinya untuk diperdengarkan.
Kalau saya yang mendengarkan cukup satu saja tak perlu lima. Lha ini semuanya kabar duka, meskipun dengan nama yang berbeda-beda dengan nada berdeda-beda dan dengan penyampaian berbeda-beda pula. Akan tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu berita duka dan kematian.
Jika satu hari mendengarkan lima kabar berita tersebut dari lima pengeras suara yang berbeda, tentu hati akan terasa sedih sesedihnya dan pilu sepilunya. Bukankah kesedihan yang dikabarkan terus-menerus akan membuat orang gelisah dan takut dan khawatir. Begitu pula dengan berita duka, benar tidak saudara-saudara?
Berita Bahagia
Saya kembali menemukan ketermenungan, kelesuan dan kegundahan pada teman saya. Di warung kopi tempat ia mengadu nasib dan tempat menumpahkan segalanya, terutama yang berada dalam pikirannya dan hatinya. Semua soal kekasihnya, meski terkadang pahit. Hal itu, baginya setiap permintaan, kemanjaan oleh kekasihnya adalah sebuah latihan untuk bersabar dan bertawakal. Belajar tasawuf dalam dunia sebenarnya, celetuknya ketika saya menasihatinya untuk segera melapaskan dan mencari pengganti yang lain.
“Dalam urusan hubungan cinta dan apa saja yang berat, bukan soal mencarinya, akan tetapi saat mempertahankan. Sebab syarat mempertahankan sebuah hubungan dan cinta ialah intelektualitas dan kesabaran. dan cinta kita di pertaruhkan.”
Saya mengiyakan saja ketika mendengarkan celotehan teman saya tersebut. Minggu lalu ia gundah tentang permintaan kado buat kekasihnya. Saat ini ia pun sama.
Kekasihnya minta kado pengeras suara namun dengan isi yang berbeda. Sama-sama pengeras suara isinya harus berbeda dan ketika di dengarkan pun suasananya berbeda.
“Kenapa tak kau carikan isi dengan berita bahagia,” celetuk saya sekenanya.
Ia setuju saja dengan usulan saya tersebut. Akhinya ia beranjak pergi, mencari seperti yang saya sarankan.
Kali ini dalam pengeras suara tersebut isinya begitu membahagiakan dan selalu di tunggu-tunggu orang.
“Telah lahir anak kami yang pertama, yang berbahagia. Telah lahir anak kami yang ketiga dan seterusnya dan seterusnya.”
Setelah teman saya selesai memberikan kado pada kekasihnya, ia kembali menemui saya dan sedikit memberikan wejangan.
Jadi ketika kita memberikan sesuatu di pengeras suara harus berimbang. Apabila yang kita perdengarkan kabar kesedihan secara terus-menerus, maka psikis kita akan sedikit bahkan banyak terganggu.
Berbeda apabila yang kita perdengarkan perihal berita bahagia, maka psikis kita akan selalu optimis.
Saya hanya manggut-manggut saja, sambil mendengarkan berita duka yang belakangan ini banyak tersiar dari pengeras suara yang berada di samping warung kopi. ***
NIAM AT MAJHA, pecinta puisi dan kopi. Buku puisi tunggalnya, Nostalgi dan Melankoli.