Suluk Kalimat Ied #1
Oleh Muhammad Sholah
BECIK.ID—Kata “Ied” satu akar dengan kata ” ‘Aada ” عاد yang bermakna “kembali”.
Kata ” ‘Aada” عاد jika hurufnya dibalik akan beralih menjadi “Da ‘Aa” دعا ، yang maknanya
“Memanggil”.
Jadi, ied adalah semacam panggilan jiwa untuk kembali pada kesucian, kemurnian, dan kesejatian.
Oleh karenanya, idul fitri bisa kita maknai dengan panggilan Tuhan yang maha suci pada umat manusia agar mereka kembali pada fitrahnya.
Umat Islam yang dengan tulus memenuhi panggilan Tuhan dengan berpuasa, ia pun akan kembali sadar akan kelapukanya, kesemuanya dan kelemahanya.
Dengan begitu, ekspresi yang muncul saat itu adalah Takbir (pengagungan).
Takbir adalah kata yg sulit dimaknai secara harfiah, sebab tak satu pun manusia yang bisa mengukur kebesaran serta keagungan Allah.
Barangkali ungkapan yang paling tepat untuk memaknai kata ‘Takbir’ adalah rasa hina kita sebagai hamba, rasa butuh kita pada yang menyangga, mengatur dan menentukan nasib kita.
Dengan begitu gema takbir adalah gema pengakuan diri (syahadat) serta penyulaman kembali hubungan kita dengan Allah yang telah kusut atau bahkan terputus.
Setelah ‘bersyahadat’ (mengaku) dan melakukan ‘salat’ (menyambung) dengan cara menahan diri (shiyam) kitapun berzakat (membersihkan hati) dengan bersilaturahim; utamanya dengan mereka yang membutuhkan uluran tangan.
Setiap tahun umat Islam mengulang-ulang momen Idul Fitri
sebagaimana orang yang sedang beribadah haji. Mereka bertawaf mengelilingi Ka’bah secara berulang sebanyak tujuh kali, akan tetapi tidak semuanya bisa lulus menyandang ‘puasa’ yang mabrur.
“Banyak orang yang berpuasa, namun ujung-ujungnya hanya lapar dan haus.” (Hadis Riwayat Imam Al-Nasa’i).
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang telah kembali untuk kemudian bergerak kembali menyelesaikan tugas-tugas kehidupan.
Suluk Kalimat Ied #2
Dalam bahasa Arab kata ‘ied’ selalu digunakan untuk makna perayaan hari-hari besar.
Iedul milad artinya hari kelahiran.
Iedul wathan biasa dimaknai hari kemerdekaan.
Dan lain sebagainya …
Ied biasanya adalah sebuah puncak dari proses perjuangan yang dialami oleh seseorang atau suatu bangsa.
Hari lahir dimulai dari proses perkawinan antara dua mempelai yang saling mengikat janji dari sebuah proses seleksi ketat penuh lika-liku, pengorbanan dan air mata.
Maka pernikahan hakikatnya adalah “Ied”, hari raya bagi seorang lelaki dan perempuan yang telah berani menentukan pilihannya, melepas masa lajangnya, dan merelakan semua mantannya.
Ini menandai babak baru dalam kehidupan kedua mempelai tersebut. Dari hanya seorang laki-laki menanjak menjadi seorang ‘ayah’. Dari hanya seorang wanita memuai menjadi sesosok ‘ibu’.
Setelah si jabang bayi lahir, tibalah perayaan yang ditunggu-tunggu; hari bersejarah lahirnya sebuah keluarga baru di muka bumi. Saat itu, kepedihan yang dialami selama proses pernikahan, kehamilan, hingga persalinan seakan sirna.
Ied bukanlah sebaris kata biasa. Ia adalah peluh perjuangan dari satu kepedihan menuju kepedihan yang lain. Ied adalah fitrah manusia yang harus menjalani garis nasibnya.
Mau tidak mau, suka tidak suka, seorang manusia akan terus tumbuh dan berkembang.
Seiring pertumbuhan itu, keinginan semakin bejibun, kebutuhan seakan menggunung, harapan-harapan terus dirajut.
Manusia bukan batu yang tak punya cita-cita.
Juga bukan pohon yang hanya bertumbuh, berbuah kemudian tumbang.
Manusia adalah hewan yang diberi hak untuk merencanakan masa depannya dan menentukan pilihan-pilihan hidupnya.
Bersamaan dengan itu semua, manusia adalah mahluk pilihan Tuhan yang menyangga gerak-gerik perjalanan sebuah peradaban.
Ied adalah perjalanan manusia menuju kesempurnaannya.
Perayaan dan kepedihan adalah dua mata rantai yang saling terkait.
Seseorang yang ingin menyalakan obor perayaan harus rela menentukan dan memilih jalan kepedihanya masing-masing.
MUHAMMAD SHOLAH, penikmat buku asal Kajen Pati. Tinggal di Porong Sidoarjo. Ansor Ranting Pesawahan.